BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada
adanya suatu “hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang
lain. Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan
mulus seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan
hukum. Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja
seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal
terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk dalam masalah hukum perdata.
Apa itu hukum
perdata ? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk dijawab, mengingat hukum
perdata mempunyai banyak segi, mempunyai
arti sendiri. Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum perdata itu sendiri dapat bersifat luas dan
dapat pula bersifat sempit. Dalam hukum perdata dapat melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat dan apa saja yang dilakukan seseorang
tersebut di masyarakat.
Pada kesempatan
pertama kali ini, kelompok kami akan
mencoba menerangkan tentang hukum perdata. Makalah ini akan memaparkan
tentang pengertian dan sekelumit
tentang hukum perdata, sumber hukum perdata dan hal-hal yang menyangkut tentang hukum perdata.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian hukum perdata, baik dalam arti luas maupun arti sempit ?
2. Apa maksud dari hukum perdata material dan hukum
perdata formal ?
3. Apa
sumber hukum perdata ?
4. Bagaimana
sistematika hukum perdata ?
5. Apa
asas-asas hukum perdata ?
6. Bagaimana
sejarah hukum perdata di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit
1. Pengertian hukum perdata
Istilah hukum
perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan
dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht Wetboek (B.W) pada
masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht
dan privatrecht.
Para ahli
memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van Dunne mengartikan hukum
perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu,
seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal
bagi kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata
adalah:
“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang
tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari
orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan
keluarga dan hubungan lalu lintas.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum
perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan
antara orang yang satu dengan
orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang
tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih
sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara
subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam
pergaulan kemasyarakatan.
2.
Arti luas
Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana
tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan, dan juga Kitab Undang-Undang
hukum dagang Wetboek van
Koophandel (WVK) beserta sejumlah undang-undang yang disebut
undang-undang tambahan lainnya seperti
peraturan yang ada dalam KUHPerdata, KUHD, serta sejumlah undang-undang
tambahan (UU pasar modal, UU tentang PT dan sebagainya)).
3.
Arti sempit
Hukum perdata dalam arti sempit yaitu hukum perdata
sebagaimana yang terdapat dalam KUHPerdata saja.
B.
Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal
1.
Hukum Perdata Material
Pengertian hukum
perdata material adalah menerangkan
perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat
dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu
perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian
ditujukan kepada isi peraturan.
2.
Hukum Perdata Formal
Pengertian hukum
perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan
peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu
menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum formil disebut pula hukum
Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian ditujukan kepada cara
mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.
C.
Sumber Hukum Perdata
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni
aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas
dan nyata.
Sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat dimana
hukum perdata di temukan.
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu KUHperdata ,traktat,
yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi
dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang
dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum
perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam hukum
kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene
bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun
1974
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
D. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika, yang di dalam bahasa Inggris, disebut systematics,
bahasa Belandanya, yaitu systematiken, yaitu susunan atau struktur
dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di negara-negara yang menganut sistem Common
Law tidak mengenal pembagian antara hukum publik dan hukum privat. Sehingga
hukum perdatanya tidak dibuat dalam sebuah kodifikasi, tetapi
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hukum perdata tersebar dalam berbagai
act atau undang-undang. Namun, di dalam sistem hukum yang menganut Civil
Law, maka sumber hukum utama, yaitu hukum kodifikasi yang tercantum dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berikut ini, disajikan sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, Belanda, Rusia, Perancis
dan Jerman.
Sistematika KUH Perdata yang berlaku di Indonesia, meliputi
:
Buku I :
tentang orang
Buku II : tentang
Hukum Perdata
Buku III : tentang
Perikanan
Buku IV :
tentang Pembuktian dan Daluarsa
Di Belanda, Kitab Undang-Undang Hukum Perdatanya telah dilakukan penyempurnaan.
Dengan adanya penyempurnaan itu, maka terjadi perubahan sistematika, yang
semula hanya terdiri atas lima buku, yang meliputi :
Buku I :
tentang hukum orang dan keluarga (Personen-en-Familierecht)
Buku II : tentang
Badan Hukum (Rechrspersoon)
Buku III : tentang
Hukum Kebendaan (Van Verbindtenissen)
Buku IV :
tentang Daluarsa (Van Verjaring)
E.
Asas-asas Hukum Perdata
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat
penting dalam Hukum Perdata adalah:
1.
Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat
mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang,
maupun yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat
(1) KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya
perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini
merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan
secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh
kedua belah pihak.
3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang
yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan
diantara mereka dibelakang hari.
4. Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan
mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian hanya mengikat bagi
para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan sifatnya hanya
mengikat.
5.
Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum
yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya,
walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
6.
Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah
pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik.
7.
Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta
sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta
sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.
8.
Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu
perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk
menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming,
yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan
mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.
Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan
perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan
hati nuraninya.
9.
Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur
dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan
itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang
lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam
menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum
sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat
kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.
10. Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini
berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh
kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
11. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPdt.
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt
yang berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
F.
Sejarah Hukum Perdata
di Indonesia
Hukum perdata
tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang
diberlakukan asas konkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan
(Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.
Secara
makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia :
Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan
ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia
(Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua dengan konkordansi pada
tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda.
Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku
di Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia
merdeka.
1. Hukum Perdata pada masa
penjajahan Belanda
Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia
adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata
yang diberlakukan bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan
perjalanan sejarah yang sangat panjang.
Pada
mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun
1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers
menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa pemerintahan Belanda
didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi nama own Kempers. Dalam
perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami
pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata.
2. Hukum Perdata sejak
Kemerdekaan
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada
pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala
peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD
termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini
untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang Hukum
Perdata.
Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata
Belanda tersebut di Indonesia didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain
itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya
mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut disesuaikan
dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini meliputi enam
pembahasan, yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum Islam yang
Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan
Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum perdata
adalah hukum yang mengatur hubungan
antar individu dalam pergaulan masyarakat.
Sedangkan hukum
perdata material adalah menerangkan
perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat
dijatuhkan.
Hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau menjalankan
peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan
cara menyelesaikan di muka hakim.
Dalam hukum
perdata juga ada asas-asa dan juga sumber-sumber hukum, sejarah hukum perdata
di Indonesia juga tak lepas dari Belanda.
B.
Saran
Demikianlah makalah tentang Hukum Perdata. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari
pada sempurna dan juga masih banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita.
Daftar Pusaka
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
Muhammad, Abdulkadir,
Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014.
Nurbani, Erlis Septiana, Perbandingan Hukum perdata,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.
Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar
Grafika, 2013.
Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia,
Bandung; PT. Refika Aditama, 2007.
Sofwan, Sri Sudewei Masjchoen, Hukum Perdata dan Hukum
Benda, Yogyakarta: Liberty.
Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum
Nasional, Jakarta: Kencana, 2010.
https://purnama110393.wordpress.com diakses pada 13/09/2015
http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html
diakses pada tanggal 13/09/2015
http://ilmuhukumuin-suka.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
diakses pada tanggal 13/09/2015
http://www.hukumsumberhukum.com/2014/05/hukum-materil-dan-hukum-formil.html
diakses tanggal 13/09/2015
makalah yang bermanfaat
ReplyDeleteijin copas ya kak ?
ReplyDeleteIjin belajar kak
ReplyDeleteijin kopas dan belajar kak makasih ya
ReplyDeleteijin copas kak mau belajar
ReplyDeleteKISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
ReplyDeleteDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang yang satu dengan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan Jasa Penulis Artikel
ReplyDelete